![]() |
Inferioritas Perempuan Dalam Pergaulan Sosial |
1. Inferioritas
Perempuan Dalam Pergaulan Sosial
Oposisi jenis kelamin yang melahirkan
prasangka gender berdampak pada pola hubungan antara laki-laki dan perempuan.
Laki-laki menjadi superordinate dalam bebagai aspek kehidupan. Hubungan dengan
perempuan, dengan demikian, dijalakan berdasarkan pemahaman mengengai
superioritas laki-laki dan inferioritas perempuan. Sebagai jenis kelamin yang
memosisikan diri lebih unggul, laki-laki menciptakan legitimasi yang terbentuk
melalui lembaga – lembaga patriarkal guna melanggengkan hegemoni terhadap
kedudukan perempuan.
Tindakan subordinasi dan represi oleh
laki-laki terhadap perempuan merupakan bagian dari system control yang berupaya
menegaskan kedudukan yang tidak setara antara dua jenis kelamin tersebut. Berdasarkan
hal ini, prasangka gender kemudian muncul sebagai upaya diskriminasi terhadap
eksistensi pihak subordinat. Pandangan dan perlakukan laki-laki terhadap
perempuan yang meresap dan dilegalkan oleh lembaga-lembaga patriarkal membuat
kaum perempuan mengikuti ideologi tentnag ketidaksetaraan gender tersebut. Pada
akhirnya, perempuan tidak hanya memunculkan perilaku inferior dalam hubungannya
dengan pihak laki-laki. Akan tetapi, perempuan juga membentuk cintra inferior
dan mendorong diri sendiri kepada posisi subordinat dalam hubungannya dengan sesame
perepuan.
Membahas masalah pandangan dan perilaku
laki-laki terhadap perempuan, hal yang ingin diungkapkan secara princi ialah
perilah subordinasi dan dampaknya terhadap hubungan terbangun antara laki-laki
dengan perempuan, atau antara perempuan dengan perempuan. Mengingat subordinasi
dalam bentuk opresi dan peremehan eksistensi perempuan merupakan sebuah
manifestasi prasangka gender, uraian pada bagian ini berusaha mengungkapkan
bentuk-bentuk hubungan yang terjalin antara laki-laki dan perempuan yang telah
mengakibatkan kemunculan hal tersebut.
Keluarga sebagai sebuah wadah
komunikasi antara laki- laki dan perempuan merepresentasikan banyak hal tentang
bentuk-bentuk hubungan yang terjalin antara keduah belah pihak. Dalam kerangka
keluarga, hubungan antara dua jenis kelamin bervariasi dalam kehidupan
sehari-harinya. Laki-laki dan perempuan berhubungan, menikah, membentuk sebuah
keluarga, memiliki anak dan sebagainya. Proses tersebut dimungkinkan oleh
keberadaan berbagai bentuk hubungan yang terdapat dalam keluarga. Masyarakat di
sisi lain sebagai kerangka wilayah hubungan yang lebih luas, turut merepresentasikan
bentuk-bentuk hubungan yang lebih kompleks. Dengan demikian, variable yang
digunakan dalam mengukur kualitas hubungan yang terjalin di dalam struktur masyarakat
menjadi beraneka ragam. Akur dan tidak akur, harmonis dan konflik, permusuhan
dan persahabatan merupakan beberapa contoh variable yang digunakan dalam usaha
mengetahui bentuk-bentuk hubungan yang terjalin.
Novel Nyai Dasima menceeritakan kehidupan
yang dijalani oleh seorang tokoh perempuan Bernama Dasima. Kisah hidupnya
mengandung berbagai dimensi sosial dan
budaya yang menggambarkan citra perempuan dalam proses ingteraksi dengan
lingkungan sosial. Pertama, hal yang disorot adalah citra perempuan sebagai
subjek soliter yang berusaha menjalankan fungsinya sebagai seorang anggota
masyrakat dalam lingkup sosial masyarakat Eropa. Sebagai subjek soliter, Nyai
Dasima merupakan individu yang terioslasi dari lingkungan sosialnya. Hal ini
mengakibatkan Nyai Daimah tidak mampu menjalankan fungisnya dengan baik
dalam berinteraksi budaya dengan lingkungan masyarakat Eropa dan masyarakat
pribumi tempat ia tinggal. Yang terjadi dalam proses interaksi budaya tersebut,
Nyai Dasima berperan pasif yang berarti ia tunduk pada konsisi yang berlaku di
lingkungan tersebut.
Oleh karena itu, untuk mengetahui
lebih lanjut mengenai kondisi di atas, khsususnya masalah interaksi sosial yang
dilakukan oleh Nuai Dasima terhadap lingkungan masyarakat pribumi dan masyarakat
Eropa, digunakan konsep mediasi. Konsep ini diharapkan dapat menjelaskan
psisinya Nyai Dasima dalam interaksi sosial tersebut. Terkait dengan isitilah
mediasi, hal yang menjadi focus analisis adalah peran Nyai Dasima dalam proses
mediasi kultural.
Berbicara mengenai hubungan yang
terjalin antara dua pihal atau lebih, hal yang patut dibahasa adalah ‘sesuatu’
yang menjadi perantara terjalinnya hubungan tersebut. Dalam bagian ini diuraikan
fungsi dan peran individu sebagai perantara dalam interaksi dengan individu atau
kelompok lain. terkait dengan novel Nyai Dasima, focus uraian diarakan
pada peran Nyai Dasima sebagai perantara sosial dan budaya dalam interaksi
dengan lingkungan masyarakat pribumi dan masyarakat Eropa. Hal ini kerupakan
bagian yang harus dikaji sebab terkait erat dengan citra inferioritas
perempuan, khususnya dalam lingkup pergaulan sosial.
Konsep yang menjelaskan mengenai proses perantaraan ialah konsep mediasi. Mediasi
membahas berbagai perantaraan yang dilakukan dalam berbagai bidang kehidupan
terutama politik, ekonomi, sosial dan budaya. Mediasi menjelaskan proses yang
dilakukan dalam rangka menghubungkan dua atau lebih hal yang berbeda dengan
jalan mengambil posisi sebagai perantara dalam hubungan tersebut.
Sumber ; Buku Gender dan inferioritas perempuan
Comments
Post a Comment